Anggota DPRD Mojokerto Jadi Narasumber di Kegiatan OPD, Ormas FKI – 1 Soroti Potensi Konflik Kepentingan

Ketua ormas FKI - 1 Mojokerto Wiwid Hariyono

DIGDAYANEWS.COM/ MOJOKERTO, – Keterlibatan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Mojokerto sebagai narasumber dalam berbagai kegiatan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan kecamatan menuai kritik dari masyarakat. Praktik tersebut dinilai menyalahi etika kelembagaan serta berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, mengingat dewan memiliki fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan eksekutif.

Sejumlah kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan forum koordinasi diketahui menghadirkan anggota DPRD sebagai pemateri. Bahkan, beberapa di antaranya disebut menerima honorarium yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Ketua DPD Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) Mojokerto, Wiwid Haryono, menilai langkah itu bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan transparan.

“Fungsi DPRD adalah mengawasi pelaksanaan program pemerintah, bukan menjadi bagian dari kegiatan eksekutif. Saat anggota dewan tampil sebagai narasumber dan menerima honor, jelas ada potensi benturan kepentingan,” ujarnya, Selasa (14/10/2025).

Wiwid menambahkan, di tengah kebijakan efisiensi belanja pemerintah, praktik semacam ini justru membuka ruang baru pemborosan anggaran.

“Masyarakat diminta memahami pemangkasan anggaran, tapi di sisi lain muncul kegiatan yang tidak memiliki urgensi jelas dan justru mengalirkan uang negara ke oknum pejabat,” tegasnya.

Menurutnya, sejumlah kegiatan yang diikuti anggota DPRD juga tidak selalu relevan dengan bidang keahlian atau tugas legislatif mereka, seperti pelatihan UMKM atau penyuluhan wawasan kebangsaan.

“Kalau hadir sebagai wakil rakyat untuk memberi edukasi tanpa imbalan, itu patut diapresiasi. Tapi kalau dibayar menggunakan dana OPD, patut dipertanyakan dasar hukumnya,” imbuhnya.

Lebih lanjut, FKI-1 meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat Daerah, dan aparat penegak hukum melakukan penelusuran terkait potensi pelanggaran administrasi maupun keuangan negara.

“Kegiatan semacam ini bisa saja masuk ranah etik, bahkan pidana jika ditemukan penyalahgunaan kewenangan,” tegas Wiwid.

Ia menegaskan, lembaga legislatif seharusnya menjadi teladan dalam integritas dan efisiensi anggaran, bukan justru terlibat dalam kegiatan yang menimbulkan kesan mencari keuntungan pribadi.

“Kalau fungsi pengawasan dijalankan dengan benar, rakyat akan percaya. Tapi jika dewan ikut menikmati honor dari kegiatan OPD, kepercayaan publik bisa runtuh,” tutupnya. ( din)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *