DIGDAYA NEWS. COM/ MOJOKERTO — Kegiatan Khotmil Qur’an yang diinisiasi oleh Ketua Djawa Dwipa, Hadi Purwanto, S.T., S.H., M.H., terus berlangsung secara konsisten hingga memasuki pelaksanaan ke-18.
Kegiatan yang digelar di kompleks Makam Mbah Sentono, Dusun Banjarsari, Desa Kedunglengkong, Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, pada Minggu (2/11/2025), menjadi wadah pembinaan spiritual dan silaturahmi bagi masyarakat.
Dalam kesempatan itu, Hadi Purwanto menekankan pentingnya istiqomah dalam menjalankan ibadah. Menurutnya, istiqomah tidak hanya bermakna keteguhan hati, namun juga mencerminkan kedisiplinan spiritual yang membentuk karakter kuat dan tangguh.
“Istiqomah menjadikan seseorang lebih dekat kepada Allah SWT serta memperkuat keimanan dalam menghadapi godaan duniawi,” ujarnya.
Ia menambahkan, pelaksanaan Khotmil Qur’an juga menjadi bentuk penghormatan dan bakti kepada orang tua dan ahli kubur. Melalui doa dan bacaan Al-Qur’an, jamaah mendoakan keluarga yang telah tiada agar memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
“Ini juga menjadi sarana mempererat silaturahmi dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya hubungan keluarga,” tutur Hadi.
Selain sebagai bentuk ibadah, kegiatan ini juga menjadi media syiar Islam. Menurut Hadi, di tengah derasnya arus modernisasi, syiar agama memiliki peran penting untuk menjaga nilai-nilai moral dan spiritual masyarakat.
“Semoga kegiatan ini mampu membentuk masyarakat yang lebih berakhlak, beriman, dan peduli terhadap sesama,” harapnya.

Penasihat kegiatan, Ustaz Mukid, turut memberikan tausiyah. Ia menyampaikan, manusia memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah dibandingkan malaikat, karena manusia diberi akal dan nafsu,
“Barang siapa yang menyakiti manusia, sama saja menentang kasih sayang Allah, dan barangsiapa yang berbuat baik sesama manusia maka Alloh SWT membalas dengan kebaikan ” pesannya di hadapan jamaah.
Sementara itu, Ustaz Miftahul Karim, penanggung jawab kegiatan, memimpin pembacaan Tahlil dan doa penutup Khotmil Qur’an sebelum dilanjutkan dengan ceramah oleh K.H. Hasan Mathori, selaku penasihat jemaah.
Dalam ceramahnya, K.H. Hasan Mathori mengingatkan pentingnya memisahkan urusan dunia dan agama agar tidak terjadi pertentangan antara keduanya. Ia mencontohkan kisah Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang menahan amarah di medan perang sebagai bentuk ketulusan berjuang di jalan Allah.
“Sayyidina Ali adalah rajanya perang. Suatu ketika, ia hampir membunuh musuhnya, namun menahan diri karena rasa benci yang timbul. Hal Itu menunjukkan bukti beliau bisa membedakan mana urusan dunia dan mana urusan pribadi,” terang K.H. Hasan Mathori.
Kegiatan rutin tersebut diakhiri dengan ramah tamah antar jamaah, makan sejumlah nasi tumpeng bersama – sama yang menandai kuatnya kebersamaan dan semangat ibadah warga sekitar. ( din)










