DIGDAYA NEWS. COM/ MOJOKERTO – Harga beras yang terus merangkak naik di sejumlah pasar tradisional Kabupaten Mojokerto kian menambah beban masyarakat. Ironisnya, di tengah kondisi tersebut, stok cadangan beras milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto justru tidak dimanfaatkan dan dibiarkan menumpuk di gudang Bulog.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar terkait komitmen Pemkab Mojokerto dalam menjaga stabilitas pangan di daerahnya. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2021, tepatnya Pasal 16, disebutkan bahwa cadangan beras pemerintah daerah tidak boleh disimpan lebih dari empat bulan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa stok yang ada telah melewati tenggat tersebut tanpa distribusi yang jelas.
Tak hanya itu, ketidakhadiran Peraturan Bupati (Perbup) yang seharusnya mengatur teknis pendistribusian beras cadangan kian memperumit penanganan. Padahal, Pasal 19 Perda yang sama secara tegas menyebutkan bahwa cadangan pangan pemerintah wajib disalurkan saat terjadi gejolak harga atau keadaan darurat.
“Saat harga beras naik begini, pemerintah daerah seharusnya cepat tanggap. Tidak perlu menunggu distribusi dari pusat seperti program SPHP. Kalau memang ada stok, harusnya sudah didistribusikan,” ujar seorang aktivis pangan lokal yang enggan disebutkan namanya. Kamis (28/8)
Ia juga menyoroti potensi kerusakan beras akibat penyimpanan yang terlalu lama. “Kalau alasannya stok tetap segar, jangan-jangan itu bukan beras, tapi anggaran yang belum dibelikan. Karena biasanya pembelian dilakukan lewat APBD ke Bulog,” tambahnya.
Informasi yang dihimpun juga menyebutkan, gudang Bulog saat ini dalam kondisi penuh, diisi campuran antara stok beras pemerintah daerah dan milik Bulog. Situasi ini dinilai rawan dari sisi pengelolaan administrasi dan bisa menyebabkan kerugian.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Pangan dan Perikanan Kabupaten Mojokerto, M. Ridwan, belum memberikan tanggapan saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Publik kini menunggu sikap tegas dari Pemkab Mojokerto. Apakah regulasi pendukung berupa Perbup akan segera diterbitkan, atau masyarakat harus terus menanggung beban harga beras mahal, sementara stok bantuan tertahan tanpa kejelasan ( din)